Media Merdeka, Manado – Nama Frenkie Son bukanlah sosok baru di dunia penegakan hukum di Indonesia. Jaksa berusia 51 tahun kelahiran Sorong, 2 Februari 1973 ini, telah menapaki karier panjang sejak awal ditugaskan di Kejaksaan Negeri Sorong pada 1998. Kini, ia menjabat sebagai Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara.
Putra dari almarhum Adolf Laku, seorang purnawirawan TNI, dan Vony Tan ini mengawali pendidikan hukumnya di Universitas Cenderawasih Jayapura. Ia meraih gelar Sarjana Hukum dengan predikat cum laude, lalu melanjutkan ke jenjang magister di bidang hukum dan ekonomi, hingga menyelesaikan program doktoral di Universitas Sam Ratulangi dengan predikat cum laude.
Kariernya di kejaksaan diwarnai sejumlah jabatan strategis, mulai dari Kepala Seksi Intelijen Kejari Mimika, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Bangli, hingga dipercaya menjadi Kajari Kepulauan Yapen dan Maluku Tenggara Barat. Selama bertugas di Kejari Bitung pada 2017–2022, ia berhasil membawa institusi itu meraih peringkat pertama penanganan perkara korupsi di Sulawesi Utara selama dua tahun berturut-turut.
Rekam jejaknya juga sarat dengan perkara besar. Saat bertugas di Kejaksaan Agung, Frenkie ikut menangani kasus korupsi PT Chevron Pacific Indonesia dengan nilai kerugian negara hingga Rp300 miliar. Ia juga tercatat menangani perkara dugaan korupsi yang menyeret sejumlah pejabat daerah di Papua dan Papua Barat.
Atas dedikasinya, Frenkie Son kerap meraih penghargaan, di antaranya peringkat pertama nasional penanganan perkara korupsi saat menjabat Kajari Kepulauan Yapen pada 2016, serta keberhasilan membawa Kejati Papua menempati peringkat pertama nasional dalam perkara korupsi tahun 2013.
Dengan latar belakang akademik mumpuni, pengalaman menangani perkara besar, serta sederet prestasi di daerah maupun pusat, Frenkie Son menjadi salah satu jaksa yang diperhitungkan dalam penegakan hukum di Indonesia Timur.
